AGENS HAYATI (ANTAGONIS) PEGENDALI PENYAKIT TANAMAN

OLeh: Joko Ariswanto, SP. 
(Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan-Universitas Brawijaya)


Agens hayati adalah organisme yang berperan sebagai agens biokontrol organisme pengganggu tumbuhan seperti parasitoid, predator, parasit dan patogen. Agens hayati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit disebut agens antagonis. Jenis agens hayati yang dapat digunakan sebagai agens antagonis penyakit adalah mikroba non-parasitik dapat berupa bakteri dan jamur. Agens hayati di lingkungan pada umumnya dapat ditemukan di tanah dengan membentuk suatu bentuk konsorsium. Konsorsium mikroba merupakan gabungan mikroba tanah seperti dalam bentuk komunitas yang mempunyai hubungan kooperatif, komensal, dan mutualistik. Penggunaan konsorsium lebih efektif dalam merombak residu bahan kimia dalam tanah dan meningkatkan kesuburan tanah dibandingkan dengan penggunaan mikroba tunggal (Choure dan  Dubey, 2012). Mikroorganisme yang termasuk kedalam konsorsium mikroba yang telah dimanfaatkan sebagai stimulator pertumbuhan dan pengendali penyakit tanaman diantaranya Bacillus sp., mikoriza, Trichoderma  sp. dan  Pseudomonas sp. 

 Karakteristik dan Manfaat Bakteri Bacillus subtilis  
Kenampakan mikroskopis koloni bakteri B. subtilis (Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b9/Bacillus_subtilis_Gram.jpg

Bacillus merupakan bakteri Gram positif (+) dan berbentuk batang. Beberapa spesies bersifat aerob obligat dan bersifat anaerobik fakultatif. Kelompok bakteri Bacillus memiliki endospora sebagai struktur bertahan ketika kondisi lingkungan tidak mendukung untuk perkembangan bakteri (Putro et al., 2014). Beberapa kelompok bakteri Bacillus menghasilkan metabolit sekunder yang dapat menekan pertumbuhan patogen seperti siderophor, polymyxin, circulin dan colistin serta menginduksi ketahanan tanaman (Beneduzi et al., 2012). Bacillus subtilis merupakan salah satu spesies bakteri yang paling banyak digunakan sebagai agens hayati pengendali patogen tanaman. B. subtilis banyak diaplikasikan pada benih untuk mencegah patogen tular tanah seperti  F. oxysporum, Rhizoctonia solani, Botrytis cinera, Phytium sp. dan Sclerotium rolfsii (Baker dan Cook, 1974). B. subtilis juga memiliki pengaruh biofungisida terhadap serangan penyakit antarknosa pada cabai merah (Capsicum annuum) (Kusnadi dan Munandar, 2009). B. subtilis termasuk kedalam PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang dapat menghasilkan fitohormon (Sulistiani, 2009).  B. subtillis menghasilkan fitohormon yaitu IAA yang termasuk termasuk hormon pertumbuhan dan 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) yang berguna sebagai prekursor produksi gas etilen yang berperan dalam proses pengguguran daun dan buah (Valdez et al. 2011). 

Karakteristik dan Manfaat Bakteri Pseudomonas fluorescens 
Kenampakan koloni bakteri Pseudomonas fluorescens 

Pseudomonas sp. merupakan bakteri Gram negatif (-) dengan bentuk sel  lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0,5-0,11 mm x 1,5-4,0 mm, motil dengan satu atau beberapa flagel, aerob dan tidak membentuk spora.  Pseudomonas fluorescens termasuk kedalam bakteri yang dapat ditemukan dimana saja,  sering kali ditemukan pada bagian tanaman (permukaan daun dan akar) dan sisa tanaman yang membusuk, tanah, dan air, sisa-sisa makanan yang membusuk, serta kotoran hewan (Madigan dan Martinko, 2006). Bakteri P. fluorescens mampu mendegradasi sejumlah besar senyawa organik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang bersifat menguntungkan dibidang pertanian dan sebagian lainnya bersifat patogen.  Penggunaan bakteri P. fluorescens telah diketahui sangat efektif dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada persemaian tanaman tomat oleh bakteri Ralstonia solanacearum tanpa merusak vigor benih (Maji dan Chakrabartty, 2014).  Mekanisme P. fluorescens dalam menekan pertumbuhan patogen tanaman diantaranya dengan menghasilkan siderofor , β-13 glukanase, kitinase, antibiosis, dan sianida. Selain sebgai agens biokontrol patogen P. fluorescens juga dapat menghasilkan fitohormon yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman seperti IAA (indole-3-acetic acid) yang dihasilkan oleh bakteri P. fluorescens (León et al., 2014). P. fluorescens sangat cocok digunakan sebagai agens bikontrol dikarenakan sifat kompetitif terhadap organisme lain seperti bakteri, jamur, nematoda dan oomycetes (Beneduzi et al., 2012).  

Karakteristik dan Manfaat Jamur Trichoderma  sp.   
Kenampakan mikroskopis miselium jamur Trichoderma  sp. (Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/71/Trichoderma_fertile.jpg)

Jamur Trichoderma  sp. merupakan salah satu agens hayati yang banyak digunakan oleh petani dan peneliti sebagai agens antagonis untuk mengendalikan berbagai macam penyakit tanaman. Jamur Trichoderma  sp. tergolong kedalam kelas jamur Ascomycota dan keluarga Hypocreaceae. Jamur Trichoderma  sp. mempunyai hifa bersepta, bercabang dan mempunyai dinding licin, tidak berwarna, diameter 1,5 mikron-12 mikron. Percabangan hifa membentuk sudut siku-siku pada cabang utama. Cabang utama konidiofor berdiameter 4 mikron sampai 5 mikron dan menghasilkan banyak cabang-cabang sisi yang dapat tumbuh satu-satu tetapi sebagian besar berbentuk dalam kelompok yang agak longgar dan kemudian berkembang menjadi daerah-daerah seperti cincin. Pada ujung konidiofor terbentuk konidiospora berjumlah 1-5, berbentuk pendek dengan kedua ujungnya meruncing dibandingkan dengan bagian tengah, berukuran 5-7 µm x 3-3,5 µm, di ujung konidiospora terdapat konidia berbentuk bulat, berdinding rata dengan warna hijau, hijau keputihan, hijau terang atau agak kehijauan (Rifai, 1964).  Trichoderma sp., termasuk jenis jamur yang dapat ditemukan di tanah dan mempunyai sifat mikoparasitik (Ismail dan Tenrirawe, 2010). Kemampuan inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap berbagai jenis  patogen tumbuhan. Beberapa patogen yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma sp., adalah Fusarium oxysporum penyebab penyakit moler pada bawang merah (Ramadhina et al., 2013) dan penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora (Asrul, 2009). Selain berfungsi sebagai agens biokontrol, Trichoderma sp., juga diketahui dapat digunakan sebgai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik.   Mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan jamur Trichoderma sp. menurut Tindaon (2008) dapat terjadi melalui: 
a. Mikoparasit yaitu memarasit miselium jamur lain dengan menembus dinding sel jamur patogen dan menyerap nutrisi hingga jamur patogen mati. 
b. Dapat merusak dinding sel jamur patogen dengan jalan melisis dinding sel patogen menggunakan enzim kitinase yang diseintesis oleh Trichoderma sp. 
c. Bersifat kompetisi dengan jamur patogen dalam memperebutkan nutrisi untuk hidup.  

[JK04] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar